Minggu, 05 Agustus 2018

Azab Banaspati : Cerita Lokal Masyarakat Gunungkidul


                                     BANASPATI




            Rembulan setengah tiang. Malam semakin kelam. Bintang bintang bersembunyi dibalik gelap awan. Sepi dan sunyi. Hanya angin yang bersiut, membawa aroma duka kematian.
           
            Sudah kesekian kali, kejadian itu berulang di desa itu. Semenjak pasar itu terbakar. Masyarakat seperti dalam belenggu kegelapan. Tak ada yang berani keluar, mereka percaya jika banaspati masih marah dengan kejadian itu.
           
            Kali ini Mbah Jikan, sepuh di desa itu yang menjadi korban dari banaspati. Di bawah pohon asem itu para pemuda menemukan tubuhnya tergantung kaku, kulitnya mulai membiru terkerubung lalat dan mengeluarkan cairan yang berbau busuk. Semua mata menjadi awan gelap. Menggelegarkan suara isak tangis. Membawa jutaan air yang tak bisa habis. Kemudian hanya mentes menjadi butiran air hujan diantara kesedihan.
           
            Ini bukan kali pertama terjadi, sebelum mbah Jikan. Beberapa minggu yang lalu mbah Suro, juga menggalami hal naas. Dibawah pohon randu dia rela mengakhiri hidupnya. Padahal keduanya dikenal amatlah baik, murah senyum dan suka memberi jajanan pasar kepada anak anak. Walaupun itu adalah dagangan mereka, sumber kehidupan mereka. Tapi semenjak kejadian itu, semua berubah.
           
            Lewat tape itu, ayat ayat Quran terlantun. Mengiringi upacara perpisahan untuk Mbah Jikan. Masyarakat datang bersalaman, berusaha menghilangkan duka kesedihan. Ada yang menunaikan fardhu kifayahnya, shalat memberikan doa terakhir. Ada juga yang sekedar memberikan amplop lalu duduk. Mbah Jikan telah menyusul menghadap kepangkuan-Nya.

Beberapa Tahun Kemudian
           
            Di bekas pasar itu, gedung gedung dibangun untuk mecakar langit. Puluhan hektar rumah digusur atas nama pembangunan. Entah bagaimana lagi mencari bekas rumah mbah Suro ataupun mbah Jikan. Semua terganti oleh ton ton bangunan berbesi.
           
            Hanya ada satu orang, Mbah Harto. Dia sebatang kara tapi bergelimang harta. Dahulu dialah pembunuh halus pasar, memaksa semua berhutang kepadanya 
kemudian memberikan bunga yang tinggi agar tidak bisa dilunasi, dan dengan hatinya yang picik lewat harta haramnya dia menjadi lurah. Menghangguskan sumber kehidupan masyarakat untuk memperkaya dirinya lewat berbagai proyek.
           
            Beberapa bulan kemudian, dia sakit sakitan. Menghabiskan seluruh hartanya untuk pengobatanya diluar negeri, Tapi azal telah menjemputnya, tak ada yang menshalatkanya bahkan mendoakanya. Dalam liang kuburnyapun mucul bara api yang tak terpadamkan. Tiap malam diatas kuburnya, muncul sesosok api yang berteriak. Dia terkubur dalam neraka jahanam.

Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar